News
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Tihingan (2): Berjuang Lewat Kelompok Sandiwara
Selasa, 18 Agustus 2020, 00:00 WITA
informasibali.com/ist
Demikian pula tugas mengawal perjalanan Pak Bayu (Pak Bonjoran) dari Bangbang hingga Takmung (Gusti Ketut Tugug) untuk selanjutnya berangkat ke Jawa meminta bantuan senjata bagi kepentingan perjuangan di Bali, dapat dikerjakan dengan selamat, tak sempat kepergok dengan tentara NICA yang seliweran terutama di jalur jalan Tihingan dan sekitarnya.
Hubungan keluar oleh Ida bagus Ngurah Gog dengan I Gusti Tugug di Takmung dengan staf Dharmaputra di Bangli diantar Wayan Cakranegara yang berdomisili di Tembuku memberikan dorongan betapa pentingnya terbentuk staf sebagai wadah perjuangan yang formal.
Memasuki tahun 1947 setelah ada kepastian bahwa Cokorda Anom Putra berdiri di pihak republik, terbentuklah staf untuk Kecamatan Banjarangkan dengan nama staf Bhima dan berkedudukan di Desa Tihingan. Peresmiannya berlangsung pada suatu malam, sederhana, dan singkat bertempat di rumah Nyoman Kondra. Sebagai wakil dari MBU (Markas Besar Utama) datang I Gusti Ketut Tugug dan Ida Bagus Anom (Takmung).
Adapun susunan lengkap staf BHIMA antara lain:
1. I Wayan Sudha (Ketua)
2. I Nyoman Bebas (Penghubung)
3. Ida bagus Ngurah Gog (Perlengkapan)
4. Nyoman Nesa (Pembelaan)
5. Nyoman Kondra (Pol,Sos, Ekonomi)
6. I Made Orta (Penerangan)
7. AA. Gde Oka (Kejaksaan)
Dalam kepengerusan staf Bhima dan ranting-ranting, I Wayan Cakranegara tak tercantum, sebab yang bersangkutan menetap di SR Tembuku Bangli dan tercatat sebagai Wakil Kepala Staf Dharmaputra III yang berkedudukan di Tembuku Bangli. Nama Bhima dipilih karena dirasa cocok dengan semangat/jiwa perjuangan yang ada waktu itu.
Setelah terbentuknya staf Bhima sebagai wadah formal perjuangan, kegiatan perjuangan (ondergronds aksi) makin giat dilancarkan, Di pihak lawan (tentara NICA dan kaki tangannya) makin giat dan gencar pula membuntuti gerak-gerik teman kita baik itu di tempat kerja, di desa, di keramaian tontonan sandiwara/gong dan lainnya. Di sini mereka berusaha menekan, memotong, setiap langkah perjuangan di barisan belakang untuk mengendorkan perlawanan di front/kantong-kantong gerilya di pedalaman. Mereka tentu juga mengetahui betapa teman-teman mereka (NICA) mendapat perlawanan yang cukup sengit dari pada gerilyawan kita.
Baca juga: Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Tihingan (3-habis): Disiksa Tentara NICA di Penjara
Kendati terasa situasi semakin sulit, makin terjepit oleh gencarnya patroli tentara NICA dan gandeknya, namun pertemuan-pertemuan rahasia baik yang sifatnya intern maupun penerimaan teman/utusan dari "pedalamam" masih sempat dilakukan dengan tempat yang diatur bergantian yakni di geriya, di tempat Nyoman Bebas ataupun di tempat lain. Sementara itu kegiatan kesenian sandiwara dan Gong diusahakan berjalan seperti biasa, seakan-akan tak terpengaruh oleh situasi yang sebenarnya sudah makin sulit dan mengimpit. (bersambung bagian 3)
Penulis : Informasi Bali
Selasa, 18 Agustus 2020
Selasa, 18 Agustus 2020
Selasa, 18 Agustus 2020
Selasa, 18 Agustus 2020
Selasa, 18 Agustus 2020
Selasa, 18 Agustus 2020
Selasa, 18 Agustus 2020
Selasa, 18 Agustus 2020