News

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Tihingan (2): Berjuang Lewat Kelompok Sandiwara

 Selasa, 18 Agustus 2020, 00:00 WITA

informasibali.com/ist

IKUTI INFORMASIBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Informasibali.com, Bali. 

Untuk mengurangi kecurigaan pihak yang anti republik, sebagai kamuflase dibentuklah perkumpulan sandiwara yang diberi nama PASTI singkatan dari Persatuan Anak Sandiwara Tihingan.


Baca juga: Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Tihingan (1): Cap Jempol Darah Dukung Republik

Disamping untuk alat kamuflase, juga dimaksudkan sebagai media propaganda perjuangan, tentunya terselip tujuan hiburan ringan bagi masyarakat Tihingan dan sekitarnya. Keanggotaannya pun berkembang sampai ke Penasan, Banda, Pau, Aan bangkah juga Br. Angkam/Akah.

Untuk tempat latihan dan persiapan pertunjukan dipilih tempatnya Nyoman Bebas (rumahnya Wayan Sekar) dan warung Wayan Sandia (Pan Mustika). Demikianlah setiap kali dilakukan pertunjkan/pentas, selalu mendapat sambutan/simpati masyarakat, tetapi disamping itu sekaligus juga mengundang tentara NICA dan kaki tangannya datang membuntuti dan memata-matai.

Ida Bagus Ngurah Gog bersama Wayan Cakranegara melayat ke Geriya Br. Angkan atas nama teman-teman yang lain memberikan penghormatan kepada Ida Bagus Puja yang gugur dalam pertempuran di Lampu Kintamani Bangli.

Ida Bagus Putu Gede salah seorang kader/pejuang muda yang masih berstatus pelajar SLU Saraswati Denpasar meninggal dunia karena sakit. Para guru dan pelajar SLU Saraswati Denpasar dengan beberapa bus/kendaraan datang melayat waktu penguburannya. Peristiwa ini ternyata memberi rangsangan, lebih berkobarnya semangat jiwa perjuangan.

Nyoman Bebas, Wayan Cakranegara, Wayan Sandia (Pan Mustika) diantar Wayan Mus berangkat ke Pesaban lewat Nyanglan untuk berkenalan dengan Gde Wija. Karena tak bertemu, beberapa minggu kemudian diulang kembali berdua.

Atas prakarsa beberapa orang (Wayan Suji, Wayan Berata, Wayan Dresta, Made Jedog) dengan restu para Kelian Desa (Pan Suji dkk) dibentuk pula Sekehe Gong dikoordinir oleh Wayan Suji. Sekehe ini yang dilengkapi dengan sejumlah penari: Ni Wayan Kasna, Ni Wayan Tetep, Ni Ketut Sriani, NI Made Sukaning dan I Nyoman Tama dibawah pimpinan guru tari dan tabuh dari Sukawati dan Medahan Gianyar giat berlatih hampir setiap sore/malam sehingga suasana desa menjadi semarak.

Jalinan kerjasama antara grup sandiwara, sekehe gong dengan para pimpnan desa dan masyarakat umumnya yang demikian harmonis menjadikan orang luar tidak mengetahui bahwa dibelakang semua itu ada "arus bawah" yang bergerak deras, yakni semangat perjuangan yang menggelora. Siapapun pejuang atau utusan "pedalaman" yang datang ke desa ini terjamin aman berkat kekompakan masyarakat.

Atas perintah dari "Pesraman" Ida Bagus Ngurah Gog berangkat ke Denpasar untuk mengambil bantuan senjata. Pengiriman mesin ketik milik Wayan Gubah ke Nongan lewat Gusti Ketut Canteng di Manduang dapat dilaksanakan dengan selamat diterima di daerah "Pesraman". Kemudian atas dasar mesin ketik ini pula yang tidak diketahui pemiliknya, Wayan Gubah sangat keras mendapat siksaan dari Beenstefel dan Letnan Garo dalam pemeriksaan di tahanan Belanda.


Halaman :