Bisnis
Mengenal Shiba Inu, Anjing Kecil Jepang Penyintas Perang Dunia II
Senin, 10 April 2023, 12:14 WITA
informasibali.com/cnnindonesia.com/Mengenal Shiba Inu, Anjing Kecil Jepang Penyintas Perang Dunia II
Miliarder Elon Musk baru-baru ini mengganti logo Twitter dengan Shiba Inu, anjing yang sebelumnya lekat dengan citra aset kripto Dogecoin. Siapa sebenarnya anjing ini?
Musk, yang membeli Twitter pada musim gugur lalu senilai US$44 miliar, adalah salah satu yang mempromosikan Dogecoin. Ia juga bahkan mempromosikannya di Twitter dan di siaran televisi.
Shiba Inu merupakan anjing asal Jepang berukuran kecil dengan tinggi 34 hingga 41 sentimeter. Di negara asalnya, anjing yang berotot kuat ini pernah dipekerjakan sebagai anjing pemburu.
Dikutip dari American Kennel Club, Shiba berarti semak belukar dalam bahasa Jepang, sementara Inu adalah anjing dalam bahasa yang sama.
Sejauh ini, belum jelas asal muasal penamaannya. Meski begitu, ada tiga kemungkinan; Shiba Inu diambil dari medan tempat ia berburu. Kedua, berasal dari mantel Shiba, yang warnanya sama dengan semak belukar musim gugur.
Ketiga, nama tersebut berasal dari ukuran keturunan; arti usang dari kata shiba sendiri adalah kecil.
Saat ini Shiba merupakan anjing pendamping yang paling populer di Jepang. Ia mudah beradaptasi dan mudah betah tinggal di kota atau di pedesaan.
Sebelum Perang Dunia II, Shiba Inu terbagi dalam tiga jenis, yakni Mino, Sanin, dan Shinshu. Jenis tersebut mewakili wilayah dari mana mereka berasal.
Shiba Inu yang ada sekarang sangat mirip dengan jenis Shinshu, tetapi semua jenis Shiba Inu berkontribusi pada Shiba modern.
Anjing jenis ini sendiri hampir punah ketika Perang Dunia II. Sebagian besar mati dalam serangan bom selama perang, atau akibat distemper, infeksi virus anjing yang sangat menular setelah perang.
Program pengembangbiakan yang dimulai setelah perang membantu ras ini bangkit kembali. Sebagian besar Shiba yang masih hidup adalah jenis Shinshu, meskipun masih ada beberapa jenis Mino dan Sanin yang tersisa.
Dia disebut lebih mirip kucing daripada anjing dalam banyak hal. Sebagai contoh, mereka mandiri dan sulit dilatih. Kemudian, mereka juga menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri mereka sendiri dan cenderung sangat bersih.
Dibawa ke Amerika dari Jepang sekitar 60 tahun yang lalu, Shiba menjadi cukup populer di Barat.
Warna putih pada tubuh mereka dikombinasikan dengan warna dominannya (merah, merah wijen, atau hitam dan cokelat) serta ekspresi waspada dan langkah halus Shiba Inu membuat mereka hampir seperti rubah.
Dalam sebuah studi berjudul "Whole Genome Sequencing Reveals Signatures for Artificial Selection for Different Sizes in Japanese Primitive Dog Breeds," Shiba Inu kerap dikembangbiakan dalam ukuran yang lebih kecil.
Dalam penelitian ini, tim ahli melakukan pengurutan (sequencing) seluruh kumpulan genom pada dua ras anjing primitif Jepang, Shiba Inu dan Mame Shiba Inu.
Tujuannya, menyelidiki mekanisme molekuler yang bertanggung jawab atas perbedaan ukuran tubuh mereka dan untuk mengidentifikasi gen kandidat yang dapat mengatur ukuran tubuh pada semua anjing.
Kesimpulannya, Shiba Inu saat ini memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari nenek moyang mereka akibat seleksi buatan yang dipaksakan manusia.
Riwayat logo kripto
Shiba Inu dan Dogecoin adalah koin meme, atau mata uang kripto yang diasosiasikan dengan suatu tema, tetapi sering kali diluncurkan sebagai parodi atau lelucon, bukan sebagai produk digital yang benar-benar memiliki kegunaan.
Shiba Inu (SHIBUSD) adalah koin berbasis Ethereum (mata uang kripto selain Bitcoin) yang menampilkan Shiba Inu sebagai maskotnya. Shiba Inu secara luas dianggap sebagai alternatif dari Dogecoin.
Dogecoin diluncurkan pada Desember 2013, sedangkan Shiba Inu dibuat pada Agustus 2020 oleh individu atau kelompok anonim bernama Ryoshi.
Dikutip dari Investopedia, Shiba Inu dikembangkan sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan sederhana: "Apa yang akan terjadi jika sebuah proyek mata uang kripto 100 persen dijalankan oleh komunitasnya?"
Pendirinya, Ryoshi, mengaitkan asal-usulnya dengan "eksperimen dalam pembangunan komunitas spontan yang terdesentralisasi." Menurut Ryoshi, kekuatan desentralisasi kolektif dapat membangun sesuatu yang lebih kuat daripada yang dapat dibuat oleh tim terpusat.(sumber: cnnindonesia.com)
Penulis : bbn/net
Editor : Putra Setiawan
Senin, 10 April 2023
Senin, 10 April 2023
Senin, 10 April 2023
Senin, 10 April 2023
Senin, 10 April 2023
Senin, 10 April 2023
Senin, 10 April 2023
Senin, 10 April 2023