Wisata

Ini Alasan Kripto Dikenakan PPN dan PPh per 1 Mei 2022

 Rabu, 13 April 2022, 16:10 WITA

bbn/klikpajak.id/Ini Alasan Kripto Dikenakan PPN dan PPh per 1 Mei 2022

IKUTI INFORMASIBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Apabila penyelenggara perdagangan bukan pedagang fisik, maka tarif sebesar 0,2%. Penghasilan dari penyedian sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi kripto dikenakan PPh berdasarkan tarif umum sesuai ketentuan UU PPh.

Sementara itu, penghasilan yang diterima oleh penambang aset kripto akan dikenakan PPh pasal 22 final dengan tarif 0,1% dari penghasilan. Adapun PPh tersebut wajib disetor sendiri oleh penambang.

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu Bonarsius Sipayung mengemukakan, potensi penerimaan negara dari pengenaan PPN dan PPh transaksi aset kripto mulai 1 Mei 2022 sekitar Rp1 triliun.

Menurutnya, prediksi itu berdasarkan total transaksi aset kripto yang mencapai Rp850 triliun selama 2020. Tentu ada pula yang bertanya-tanya, kenapa transaksi uang kripto ini dikenakan pajak? Pertama, Bonarsius Sipayung menjelaskan, tentunya landasannya berdasarkan UU PPN atas seluruh penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak terutang PPN.

“Itu prinsipnya," katanya dalam media briefing dalam video conference di Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Ditjen Pajak mengingatkan, perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang memfasilitasi aset kripto atau pedagang fisik aset kripto yang tidak terdaftar dalam Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) akan dikenakan tarif pajak PPN dan PPh dua kali lipat dari tarif aset kripto yang terdaftar.

Bonarsius Sipayung pun menjelaskan, pemerintah telah mengkaji dengan dalam soal pengenaan pajak PPN dan PPh untuk uang kripto itu, yakni pemerintah lebih dulu mendefinisikan aset kripto. Pertama, meski ada terminologi criptocurrency, sudah jelas bahwa Bank Indonesia (BI) sudah melarang kripto sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

"Kita lihat aturan dari otoritas yaitu BI menyatakan bahwa kripto itu bukan alat tukar. Karena bukan alat tukar, clear, dia adalah barang tertentu yang bisa digunakan sebagai alat tukar tapi bukan alat tukar resmi yang diakui otoritas," ujarnya.

Dia menambahkan, aset kripto juga tidak bisa digolongkan sebagai surat berharga. Untuk itu pemerintah merujuk pada ketentuan di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang mengatur kripto sebagai komoditas.

"Kita lihat ini yang mengatur Bappebti. Bappebti mengatur bahwa kripto ini komoditas. Artinya, kripto itu komoditas yang berarti dikaitkan dengan UU PPN. Di UU PPN disebutkan atas penyerahan barang kena pajak terutang PPN, ini dasarnya," ungkapnya.

Selanjutnya mengenai mekanisme pemungutan pajaknya, maka pemerintah menunjuk pihak lain untuk melakukan pemungutan. Dalam hal ini, pihak yang memfasilitasi transaksi aset kripto akan menjadi pemungut PPN dari setiap penyerahan barang tersebut. (Sumber: Indonesia.go.id)

Penulis : Informasi Bali


Halaman :