Innova Zenix Hybrid Bukan Kijang Yang Kita Kenal

informasibali.com/cnnindonesia.com/Innova Zenix Hybrid Bukan Kijang Yang Kita Kenal

Perjalanan Toyota Kijang di Indonesia sudah dimulai sebelum milenial lahir, sejak pikap Buaya pada pada 1970-an hingga kini Zenix yang keluar batas sebuah MPV. Zenix, generasi ketujuh, merupakan sosok berbeda dan punya beban merekonstruksi ulang persepsi masyarakat soal Kijang.
Setiap generasi Kijang punya sebutan masing-masing. Generasi pertama disebut Buaya (1977-1981), generasi kedua Doyok (1981-1986), generasi ketiga Super (1986-1996), generasi keempat Kapsul (1986-2004), generasi kelima Innova (2004-2015) dan generasi keenam Innova Reborn (2015-2022).

Masing-masing generasi Kijang bertahan cukup lama, terutama Kapsul yang beredar 18 tahun, Innova 11 tahun dan Innova Reborn tujuh tahun. Catatan khusus bagi Innova dan Innova Reborn yang sebenarnya menggunakan platform sama, keduanya sudah ada selama 18 tahun seperti Kapsul.
Kijang sudah sangat mengakar di Tanah Air, bahkan kalau Anda coba cari kata itu di Google Indonesia yang muncul paling atas adalah mobil, bukan hewan bertanduk kecil santapan karnivora atau nama kota kecil di Riau.
Selama belasan tahun ke belakang, orang-orang memahami Kijang adalah Innova jadi wajar bila Zenix mungkin tak sesuai bagi konsumen lama. Zenix merupakan konsekuensi perubahan zaman dan akal Toyota cari jalan melestarikan Kijang.
Kijang Innova Zenix
Zenix tidak didesain murni MPV seperti Innova Reborn, Toyota Astra Motor menyebut konsep mobil ini Multipurpose Crossover. Saya mengartikannya Zenix adalah model di antara MPV dan SUV.
Zenix bukan Kijang, ini pendapat saya saat pertama kali mengendarai mobil ini dalam sesi test drive yang disediakan Toyota Astra Motor pekan lalu. Saya mencoba Innova Zenix Hybrid Q CVT TSS Modelista selama sesi itu.
Saya sempat punya Kijang Super selama beberapa tahun dan pernah menjajal Kapsul serta Innova dan Innova Reborn. Bagi saya Super adalah mobil basis, nyetir mobil ini paling penting punya skill mumpuni karena pengemudi mengendalikan banyak hal dan minim fitur bantuan.
Sementara desain model generasi setelah Super bukan lagi soal hal-hal sederhana seperti mobil buat alat transportasi, melainkan disusupi tentang kenyamanan, keselamatan, pengalaman berkendara, kepuasan visual dan citra saat itu dilakukan.
Saat Anda duduk di bangku sopir Zenix, pemandangan yang didapat jelas berbeda dibanding Super, pun begitu ketimbang generasi sebelumnya, Innova Reborn. Ada nuansa desain dasbor Zenix mirip Veloz terbaru dengan ciri khas monitor tengah lebih tinggi dari dasbor.
Satu hal yang pasti terasa perubahan besar dari orang yang biasa nyetir Innova Reborn lalu pindah ke Zenix adalah tuas transmisinya yang tak berada di antara jok sopir dan penumpang depan. Tuas transmisi Zenix ada di tengah konsol dasbor, tepatnya persis di bawah panel AC yang mirip Voxy. Tuas transmisi itu dibingkai tombol-tombol pengatur, yaitu rem parkir elektrik, auto hold, dua pilihan mode berkendara Drive dan EV, serta traction control.
Bagian lain yang saya temukan unik juga yaitu instrument cluster Zenix Hybrid tak menyediakan tachometer. Sebenarnya ini seperti semua model hybrid Toyota yang dijual di Indonesia misalnya Altis dan Corolla Cross, namun dampaknya buat saya benar-benar baru terasa di Zenix.
Saat mengemudikan Innova Reborn bermesin diesel, saya biasanya menakar performa dari tachometer yang menunjukkan level putaran mesin. Ini penting misalnya mau irit atau sedang ingin ngebut.

Sedangkan saat nyetir Zenix Hybrid, Anda tak bisa melakukan itu karena indikator menunjukkan level charging, ECO dan Power. Charging berarti sistem sedang mengecas baterai, ECO artinya Anda sedang mengemudi irit, sedangkan Power berarti sedang memanfaatkan semua kerja mesin dan motor elektrik.
Sebenarnya ini hanya masalah kebiasaan, saya bisa memahami Zenix Hybrid tak perlu tachometer sebab lebih penting menunjukkan kerja sistem hybrid daripada fokus hanya ke putaran mesin.
Lagipula Anda tak perlu terlalu khawatir soal putaran mesin sebab transmisi Direct Shift CVT dengan opsi 10 percepatan di Zenix Hybrid sudah bisa mewakili banyak gaya berkendara. Intinya Anda hanya tinggal injak gas saja, nanti sistem yang mengatur.
Perjalanan sesi test drive yang saya lakukan sebagian besar di jalan tol dari Jakarta ke Semarang, jadi saya cuma sedikit merasakan EV mode atau ketika berkendara cuma mengandalkan motor listrik. Sebaliknya, saya bisa merasakan sepenuhnya performa Zenix Hybrid.
Performa
Zenix membawa perubahan besar dari warisan Kijang. Mobil ini tak lagi pakai sasis ladder frame IMV yang dipakai Innova dan Innova Reborn serta Fortuner dan Hilux, melainkan monokok TNGA-C.
Selain itu Innova Zenix juga pindah roda penggerak dari belakang seperti Innova dan Innova Reborn menjadi depan mirip Avanza dan Veloz yang sudah terpapar TNGA lebih dulu. Hal beda lain yang sempat jadi banyak perbincangan adalah tak ada lagi opsi mesin diesel.
Innova Reborn punya karakter bodi bergoyang-goyang, selain karena efek mesin diesel, Anda juga merasakan saat mengerem bagian hidung akan menunduk dan saat digas pantatnya bakal turun. Hal ini tak kejadian pada Zenix Hybrid, yang ada malah gerakan bodinya kaku namun tenang.
Rasa tenang ini yang bikin nyetir Zenix Hybrid bisa jadi terlalu percaya diri. Akselerasi yang ditawarkan mesin 1.987 cc M20A-FXS mengisi penuh di ruang menengah dan atas, performa makin yahud saat mesin dan motor elektrik bekerja sama menawarkan potensi 186 hp.
Asyiknya mobil hybrid yaitu Anda tak perlu terlalu khawatir menghabiskan banyak bensin saat ngebut di jalan tol. Saat ngebut Anda memang bakal boros bensin, tetapi Anda juga bisa tetap irit nanti sebab berkendara di jalan tol adalah waktu yang tepat mengisi baterai pakai regenerative braking.
Mengisi baterai bisa dilakukan ketika Anda berada di turunan panjang, caranya Anda tinggal melepas gas dan sistem bakal mengisi baterai. Saat baterai penuh berarti nanti Anda bisa menggunakan EV mode lebih lama di jalan biasa.
Performa Zenix Hybrid tokcer saat dibawa ngebut, tetapi ada satu yang mengkhawatirkan yaitu ketika tiba-tiba ada melindas permukaan jalan rusak.
Suspensinya terasa keras dan muncul suara gaduh, ini bisa jadi efek monokok yang berarti saat satu bagian goyang maka semua bodi merasakan getaran dan dampaknya sedikit mengurangi kenyamanan penumpang. Soal kemampuan menginjak jalan tak rata, saya masih lebih suka Innova Reborn.
Saya merasakan perubahan kiblat menjadi penggerak roda depan tak banyak memengaruhi kenikmatan berkendara Zenix Hybrid. Anda bahkan bisa jadi tak bakal merasakan ini mobil gerak roda depan atau belakang. Innova Zenix tak ada masalah saat dipacu naik turun jalan perbukitan dan berkelok. 
Selama mengendarai Zenix Hybrid saya tak sekalipun berpikir membawa mobil ini irit, sebab fokus saya adalah merasakan performa menyesuaikan rute yang disajikan. Walau begitu unit lain yang dibawa rekan jurnalis ada yang mencapai 22 km per liter selama test drive, ini jelas lebih irit ketimbang Innova Reborn diesel.
Kesimpulan
Perubahan dari Innova Reborn ke Zenix lebih ekstrem dari Kapsul ke Innova. Zenix adalah definisi Toyota tentang Kijang selama mungkin berpuluh-puluh tahun ke depan.
Anda yang tak terima bakal terjebak di masa lalu, sedangkan konsumen baru seiring waktu akan lupa apa itu Innova Reborn seperti halnya Kapsul, Super, Doyok dan Buaya. Bila Anda tertarik beli Zenix Hybrid, lebih baik buka pikiran tentang hal-hal baru ketimbang terjebak di masa Innova.(sumber: cnnindonesia.com)


Penulis : bbn/net

Editor : Putra Setiawan


 
Otomotif Lainnya
Berita Lainnya